Rabu, 23 Desember 2015

Metode Parafin Mikroteknik Sediaan Irisan Tumbuhan



LAPORAN MIKROTEKNIK TUMBUHAN

METODE PARAFIN

(Sediaan Irisan Tumbuhan)


Disusun oleh :
Kelompok 2

Laboratorium Bio 5

Lenni Mariana Simbolon
Reksa Putra Pamungkas
Jenny Pramuditha
Febie Leona Tiffany
G34130011
G34130024
G34130041
G34130051














DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOROR
BOGOR
2015


PENDAHULUAN

Pengamatan histologis dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari struktur jaringan secara detail dengan menggunakan mikroskop. Pengamatan seperti ini membutuhkan preparat jaringan organ makhluk hidup dalam kondisi yang bagus, oleh karena itu pembuatan preparat segar harus dilakukan terlebih dahulu. Terdapat beberapa metode dalam pembuatan preparat sediaan sayatan. Sediaan yang digasilkan dari beberapa metode tersebut memiliki sifat sementara, semi permanen, dan permanen. Meode pembuatan sediaan sayatan terebut antara lain sediaan utuh (whole mount), sediaan apus (smear), sefin, sediaan remas, sediaan gosok, maserasi, dan sediaan sayatan dengan embedding seperti parafin, selodin, dan resin (Azimzadeh et al 2012).

                Metode parafin merupakan metode yang paling sering digunakan dalam hal pembuatan sediaan sayatan. Metode ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode sediaan sayatan dengan embedding lainnya yaitu prosesnya lebih cepat dan hasil sayatan sangat tipis yaitu 6-8 µm. Metode ini dapat melarutkan beberapa enzim penting pada jaringan, karena selama prosesnya, jaringan akan dimasukan kedalam beberapa larutan kimia yang berbeda konsentrasi dan beda karakter sehingga dibutuhkan konsentrasi dan ketepatan urutan saat melakukan metode ini (Roberts  et al 2009). Metode parafin digunakan untuk membuat sediaan sayatan dengan ketebalan yang kecil. Metode ini sangat baik digunakan pada hewan maupun tumbuhan. Proses yang dilakukan dalam metode ini antara lain sediaan organ, fiksasi, pencucian, pewarnaan, dehidrasi, penjernihan, dan penempelan pada gelas objek (Satriowati 2008). Pratikum ini bertujuan membuat sediaan irisan tumbuhan dengan menggunakan metode parafin.

ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain mikrotom, holder, mikroskop, hot plate, kaca objek, gelas penutup, dan oven. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan antara lain: daun Acacia sp, albumin-gliserin, aquades, safranin, fast-green, xilol bertingkat, etanol 30%, 50%, 70%, 95%, dan 100%, dan entellan.
 

METODE
Rangkaian Metode Parafin Secara Keseluruhan


a.      Embedding


b.      Penyayatan 



c.       Pewarnaan

 

HASIL
Berdasarkan hasil pengamatan sediaan irisan tumbuhan menggunakan metode parafin didapatkan hasil sebagai berikut:



PEMBAHASAN

       Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pembuatan sediaan irisan acacia sp jelas dibedakan adanya jaringan palisade, jaringan bunga karang, epidermis serta kloroplas. Spesimen juga tidak terlipat dan tertanam (embedding)  dengan baik serta warna dari pewarnaan safranin 1% dan fast green terserap dengan baik. Pembuaatan preparat jaringan tumbuhan yang dilakukan dengan metode parafin melalui beberapa tahapan, diantaranya adalah Fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, penyelubungan (embeeding), pengirisan (sectioning), penempelan (affixing), pewarnaan (staining), penutupan (mounting). Fiksasi bertujuan mempertahankan struktur jaringan sehingga fiksasi dilakukan segera setelah pengambilan jaringan /cairan /apusan. Langkah selanjutnya adalah pencucian dan dehidrasi, yaitu melakukan pengambilan air dari jaringan (secara bertahap) dapat dilakukan dengan menggunakan etil alkohol, aseton dan digunakan TBA sebagai agen dehidrasi yang sangat ideal, relatif mahal, tetapi dapat memberikan hasil yang baik. Penjernihan (clearing) yaitu untuk menarik alkohol dan diganti parafin. Syarat cairan clearing adalah index refraksi tinggi dan cepat menarik alkohol. Misalnya: xylol, toluol dan bensen (Budiono 1992).Proses embedding dalam praktikum ini menggunakan daun Acacia sp. Embedding merupakan proses pelilinan suatu organ dengan menggunakan kotak kertas. Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis dengan menggunakan mikrotom (Sugiarto 1989).
              Setelah itu, infiltrasi parafin yang merupakan proses memasukkan parafin cair dimana ketika proses ini berlangsung, ruang intraseluler diisi oleh parafin, sehingga akan membantu untuk mendapatkan potongan yang halus tanpa kerusakan pada mikrotom (Sundoro 1983). Kemudian dilanjutkan dengan penyelubungan, yaitu memasukkan obyek dan diletakkan pada kotak atau karton kemudian ditambahkan parafin cair dan dibiarkan dalam temperatur kamar hingga mengeras.Pengirisan merupakan proses membuat sayatan atau pita dari balok parafin yang telah terbentuk dengan menggunakan mikrotom. Dan penempelan yaitu pita yang telah terpotong diletakkan diatas obyek glass dan diberi beberapa tetes air. Setelah itu dilakukan pewarnaan dan dilanjutkan dengan penutupan (mounting) yaitu penutupan slide dengan menggunakan perekat seperti entelan (Istriyati 2011)
       Pembuatan sediaan irisan tumbuhan umumnya menggunakan metode parafin.  Kelebihan metode parafin adalah irisan yang didapat jauh lebih tipis, irisan-irisan yang bersifat seri, dapat dikerjakan dengan mudah, dan prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin.Kelemahan adalah jaringan menjadi keras, mengerut, dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan metode parafin (Surya 2001).

SIMPULAN
   Metode parafin merupakan metode yang paling sering digunakan dalam hal pembuatan sediaan sayatan.Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pembuatan sediaan irisan acacia sp jelas dibedakan adanya jaringan palisade, jaringan bunga karang, epidermis serta kloroplas. Spesimen juga tidak terlipat dan tertanam (embedding)  dengan baik serta warna dari pewarnaan safranin 1% dan fast green terserap dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Azimzadeh et al. 2012. Label-free protein profiling of formalin-fixed paraffin-embedded (FFPE)        heart tissue reveals immediate mitochondrial impairment after ionising radiation.  Journal of Proteomics.75(8):2384-2395.

Budiono JD. 1992.  Pembuatan Preparat Mikroskopis. Surabaya: IKIP Press.

Istriyati. 2011. Histologi dalam Biologi Terapan.Yogyakarta (ID): Universitas
Gadjah Mada.

Sariowati T. 2008. Efek pemberian senyawa diethilstilbestrol (DES) terhadap perkembangan dan ekspresi protein Bcl-2 pada folikel ovarium mencit (Mus musculus L.) strain Balb-C          [Skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember Press.

Sugiharto. 1989. Mikroteknik. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat   Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati.

Sundoro SH. 1983. Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia). Jakarta: Bhrataro Karya Aksara.

Surya F. 2001. Histologi. Makassar (ID) : Universitas Hasanuddin Press.

Roberts L et al. 2009. Identification of methods for use of formalin-fixed, paraffin-embedded     tissue samples in RNA expression profiling. Genomics. 94(5):341-348.